26 September 2013

Peran Umat Islam untuk Derita Mesir part 1

Allahu Akbar,, Allahu Akbar,, Allahu Akbar.


Saya berjalan menuju Masjid Bank Indonesia pagi itu. Tepat tanggal 21 September 2013. Bersama adik nomor 5. Hari itu ada sebuah kajian atau pengarahan tentang Mesir, kalo saya lebih suka menyebutnya info. Setelah ijin sama suami yang hari itu masuk shift pagi, sayapun berangkat.


Forum itu 95% berisi muslimah dari berbagai ormas, majelis taklim, serikat muslimah kantoran, maupun atas nama pribadi. Sisanya pria tulen sebagai penceramah, dokumentasi, dan pengurus Masjid.


Apa info yang saya dapat dari forum itu? Pengetahuan tentang yang terjadi di Mesir tentunya. Saya wajib share apa yang saya dapat dari sana. Butuh waktu beberapa hari untuk membuat stabil emosi ini. Asli, ini ga lebay.


Berikut ini adalah kenyataan bagaimana masa pimpinan Mohamed Hosni Said Mubarak.


1. Mubarak adalah presiden yang asal usulnya dari militer.

Mesir merupakan negara mayoritas muslim tapi sistem pemerintahannya sekuler. Hal ini disebabkan pemerintahan mesir tunduk pada militer. Seperti yang banyak diketahui, militer Mesir tunduk pada Amerika. Artinya, militer Mesir adalah antek Amerika.


2. Pergerakan kerohanian yang ada di Mesir amat sangat dibatasi.

Pergerakan kerohanian ini dikhususkan kepada umat muslim. Nyatanya, mahasiswa Al-Azhar, yang digadang-gadang adalah universitas Islam terbaik, harus melaporkan semua kegiatan keislaman kepada militer. Bahkan, dalam hal skripsi ataupun thesis, persetujuannya harus melalui militer. Begitupun nasib Masjid, dimana fungsi Masjid hanya untuk tempat ibadah. Pengajian dan hal lainnya yang berhubungan dengan Islam dilarang.


3. Mesir yang merupakan satu-satunya jalur yang dianggap aman untuk bantuan ke Gaza ditutup.

Ya, ini ulah Mubarak dan militernya. Coba perhatikan gambar ini:

Palestina di jalur Gaza

See?? Zaman indonesia ngirim bantuan ke Palestina tuh nyampenya bukan di jalur Gaza, tempat konflik, tapi di Palestina bagian Timurnya. Dan satu-satunya tempat aman ngasih bantuan via Mesir. Tapi Mubarak menutup Gaza. Jahat kan? Emang!! Sedangkan via laut, akan dihabisi militer Israel.


4. Pembataian terselubung oleh militer atas perintah Mubarak.

Ini jelas ga banyak diliput media, buktinya saya aja baru tau, hehe. Yang jelas, pergerakan untuk menggulingkan Mubarak udah lama ada, tapi kekuatannya ga besar dan sifatnya tersembunyi. Mubarak membantai pemberontak yang dianggap mau mengkudeta dirinya. Banyak ulama jebolan maupun guru besar Al-Azhar ditangkap dan dibantai Mubarak. Hmm,, mirip-mirip mantan presiden kedua Indonesia pada awal pemerintahannya ya?

 

Akhirnya, seperti yang kita ketahui, tanggal 25 Januari 2011, Presiden dzalim ini dikudeta rakyatnya sendiri. Ternyata, pemilihan tanggalpun sudah direncanakan sedemikian rupa oleh militer. Yakni, tepat di ulang tahun militer. Hari itu disebut dengan revolusi Mesir.

 

Lebih dari setahun Mesir tanpa presiden, akhirnya tanggal 24 Juni 2012 DR. Muhammad Mursi terpilih menjadi presiden. Mursi adalah presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyatnya. Jujur, saya kagum banget dan memimpikan punya amirul mu'minin kayak Mursi. Mau tau kenapa? 

 

1. Hafidz Qur'an, Shalat jama'ah di Masjid, ga pernah absen tahajjud, sabar terhadap caci maki.

Haduh, ini no comment deh. Jangankan punya pemimpin begini, jadi istrinyapun aku rela, ahahaha *mureee*. Bahkan diceritakan istri beserta anak-anak DR. Muhammad Mursi Issa Ayyat semuanya adalah hafidz Qur'an *udah ganteng, sholeh lagi, uwuwu ~. Malah kabarnya, dia juga rendah hati, terlihat dari foto-foto tidak resmi alias tidak diliput media bahwa Beliau makan bersama rakyatnya tanpa pengawal, makan di atas wadah yang sama dan menggunakan tangannya untuk menyuap (kayak di pesantren tradisional gitu).

 

2. Swasembada pangan.

Kurun waktu 1 tahun masa pemerintahannya, Presiden Mursi mampu mengantarkan Mesir ke swasembada pangan. Dimana sebelumnya Mesir hanya bisa memproduksi 20% gandum, tapi di masa pemerintahannya, Mursi mampu membuat Mesir memproduksi 60% gandum. Hebatnya, Presiden Mursi bisa mengimpor kekurangan gandum dari negara manapun yang dia inginkan. Padahal sebelumnya, Mesir hanya wajib mengimpor dari Amerika saja. Pastinya, meningkatkan perekonomian petani.


3. Mengembangkan terusan Suez menjadi pasar bebas dunia.

Dimana Mubarak hanya mampu mendapatkan 5,6 milyar Dollar pertahun dari terusan Suez ini, Dr. Mursi mampu mendapatkan 100 milyar Dollar pertahun.


4. Menaikkan gaji PNS

Presiden Mursi membuat PNS makmur karena menaikkan gaji mereka sebanyak 200%. Dr. Mursi juga mempertahankan harga barang supaya tidak melonjak naik.


5. Mendirikan pabrik Samsung terbesar di Arab.

Dengan ini, rakyat Mesir mendapatkan barang elektronik yang murah.


6. Mendirikan pabrik mobil dan pabrik Pad/Tablet sendiri.

Sehingga Mesir tidak perlu impor mobil lagi.


7. Membuat pabrik senjata.

Ga usah lagi impor rongsokan bekas Amerika.


8. Mendukung perjuangan Palestina, Suriah, dan Myanmar.

Beliau bahkan mengatakan dalam pidatonya kalau Palestina adalah sahabat Mesir. Dan ini membangkitkan semangat juang muslim Palestina.


Sumber saya ambil di sini. Masih banyak lagi kekaguman saya terhadap Presiden Mursi yang dibahas dalam blog itu.


Amirul Mu'minin sejati, Dr. Muhammad Mursi Issa Ayyat

Saya akan bahas tentang kudeta Presiden Mursi sampai pembantaian rakyat Mesir di part berikutnya. Siap-siap sama foto para syuhada yang lagi tersenyum ya :)

25 September 2013

Selamat Wisuda Ghulbuddin Azzam

Wiiih adek nomor 4 saya wisuda hari ini. *tebar confetti*

3 tahun sudah kuliah dan hari ini dia wisuda di Balairung UI. Saya sebenernya pengen banget dateng, tapi karena hari kerja, jadi mohon maaf tak bisa :(

Biarpun sempet ada masalah, menguras emosi dan air mata, nyatanya yang wisuda happy banget. Mungkin bagi sebagian orang tua separuh pekerjaannya dalam mengasuh anak. Alhamdulillah.

Ayah yang harusnya hari ini ada ujian buat murid-muridnya, mau dateng dan menunda ujian lho. Saya terharu, segitu mau sedikit berkorban ngeliat anak laki kedua yang pake toga hari ini. Saya jadi ikutan sedih nih, hiks.

Ghulbuddin Azzam :)

3 September 2013

Romantic Moment Versi Saya

Romantic moment merupakan salah satu hal penting buat menjaga suatu hubungan. Ada kalanya jenuh melanda suatu hubungan yang berjalan lama. Daripada cari pelampiasan atau pengalaman baru dengan selingkuh, coba deh bikin romantic momentmu sendiri.


Romantic moment ga melulu soal mahal, dinner romantis, candle light, etc. Bagi saya, romantic moment bisa dibuat dari cara yang sederhana.


29 Agustus 2013

Birthday Girl :D

Seperempat abad sudah saya ngontrak di lapaknya Allah. Malam tanggal 19 Agustus Pak Sumami ijin sama saya buat main ke tempat temennya sekitar jam 9. Entah jam berapa saya mulai memejamkan mata dan terbangun ketika seseorang mengecup kening saya dan berbisik, "Selamat ulang tahun istriku". Tepat depan congor saya. Saya cuma membalas terima kasih, senyum dan tidur lagi, haha.

 

Ga bisa bilang apa-apa lagi, hidup saya sudah hampir sempurna rasanya. Punya suami yang baik, kerjaan yang biarpun tetep flat tapi nyaman, orang tua yang sehat, dan punya orang tua baru yang juga baik. Sungguh, ga ada nikmat Allah yang bisa saya dustakan deh.


Ini ulang tahun pertama saya sama suami. Sebelumnya, dua puluh empat tahun saya hidup di tengah keluarga yang ga terlalu pusing soal ulang tahun, sayalah yang membangkitkan arti ulang tahun. Biarpun dengan perayaan ala kadarnya, beli cake atau makanan lain yang dibeli di luar, minta kakak dan adik-adik (yang super sibuk) kumpul semua di rumah dan makan bareng. Dan saya pikir kalau saya udah nikah bakal ilang rutinitas ini di keluarga Ayah dan Ummi. Nyatanya, yang bikin saya terharu Ummi nelpon saya di jam kerja ngucapin selamat ulang tahun dengan oper-operan HP sama Ayah dan beberapa adik saya.


Tepat 5 hari kemudian, Pak Sumami dan Mama ngerayain ulang tahun yang ga biasa buat saya. Beli cake, nyanyi, dan tiup lilin, hehe. Saya ngerasa agak canggung dengan perlakuan begitu. Padahal pengennya cuma ngerayain pake makan-makan aja di luar. Tapi, saya cukup senang karena apresiasi terhadap perayaan di keluarga Mama dan Papa cukup besar.


Dari Pak Suami sendiri, saya ga minta apa-apa, makanya dia ga ngasih apa-apa, hihi. Baru mau bikin plan buat makan di luar aja mungkin weekend ini. Jadi,, gaji cepatlah mampir ke rekening saya *hope.

19 Agustus 2013

3 Bulan Pernikahan

Abis merit saya jetlag nih. Masih kaget sama suasananya, hehe. Banyak berantem dan salah pahamnya. Ternyata pacaran ga ngejamin kita tau gimana si Dia kalo udah jadi pasangan hidup *curhat.


Siapa bilang nikah muda itu enak, hah?! Siapa?? Tunjukin ke saya!!! Nikah muda itu enak tau, bisa tetep kayak orang pacaran :p. Kalo dikasih kepercayaan dikasih anakpun, saya masih enerjik mengasuh. Tapi tetep ya ego anak muda pertengahan 20an tahun *toeng*, berantemnya ga pake mikir, ga pake hati, heuheu.

Review Vendor Nikahan Saya Part 2

Semoga posting terakhir ini ga ada yang kelupaan ya.

 

4. Dokumentasi


Fb dokumentasi kami

Urusan dokumentasi sebenernya ga terlalu saya ambil pusing soalnya dapet paketan dari perias. Tapi, last minute, seiring dengan perubahan lokasi, harga paket jadi naik. Calon tempat nikahan saya saat sebelumnya ga perlu banyak dekorasi jadi masih terjangkau.

 

Review (Telat) Vendor Nikahan Saya

Ini udah hampir 3 bulan nikah tapi ga ada updatenya, hehe.


Sejak nikah, rasanya ga cukup waktu 24 jam  sehari deh. Ada aja yang harus dikerjain, ga bisa banyak leyeh-leyeh kayak jaman single dulu *duile kayak yang udah lama nikah aje*. Tapi, alhamdulillah semua kepegang sama saya. Dari masak, beresin kamar, nyuci, dan kerjaan bak upik abu lainnya.

 

Saya dan suami masih tinggal sama orang tua baru saya, orang tua kandungnya suami, hihi. Sang Mama masih belum kasih ijin beli rumah soalnya. Dan sekarang lagi nekat ngambil rumah sambil nunggu kabar dari developer perumahan inceran kami biar belom dapet ijinnya juga, hihi. Semoga dipermudah :)


Baiklah, update vendor nikahan mulai dari gedung kali ya.


3 Juni 2013

Menikah di Usia 24

Waktu SMA, saya pernah ditanya oleh salah seorang teman, "punya rencana nikah umur berapa?"


Saat itu, saya yang masih polos menjawab, "umur 24 atau 25 lah. Ga kelewat muda, ga terlalu tua juga kan? Setidaknya bisa ngerasain 'jajan' pake uang sendiri dulu lah."


Seiring waktu berjalan, keinginan saya menikah di usia 24 memudar. Pikiran kok jadinya nguber duit mulu, apalagi setelah kerja dan ngerasain punya uang sendiri. Malah, kecenderungan untuk menunda nikah jadi lebih besar (MasyaAllah!). Alasannya sih saya takut semua yang saya miliki saat ini bakal terenggut.


Menemukan D sebenernya merupakan anugerah yang InsyaAllah luar biasa untuk saya. Dia juga berusia sama, 24 tapi keinginan dia untuk menjalin hubungan yang serius dapat dipertanggung jawabkan. Alhamdulillah keinginan saya pada masa SMA untuk menikah usia 24 terwujud. SubhanAllah ya, mungkin ini yang namanya ucapan adalah doa.


Saya bangga kok bisa menyempurnakan ibadah di usia yang masih muda. Bisa segera dipertemukan dengan jodoh saya secepat ini. Dan jika Allah mengizinkan kami segera mendapat momongan, saya bisa mengurus anak dengan kondisi yang masih baik, dari segi kesehatan tentunya. Urusan mapan dan rezeki, kita sudah berusaha dan Allah sudah memberi jalan :)

2 Juni 2013

Akad Nikah

Hari itu, tanggal 25 Mei 2013.Perhelatan akbar saya dan D jatuh pada tanggal 25 Mei 2013 tepat di hari raya Waisak.

Sempet kawatir liat kondisi Ayah yang seminggu belakangan batuk parah. Bahkan, Ayah minta kakak saya menggantikan beliau untuk jadi wali nikah bagi saya. Ya, ga bisa dipungkiri sih sakitnya Ayah emang dari kesalahan (kelalaian) dia sendiri. Tapi cukup membuat saya susah tidur, hehe. 

 

Sejak hari Jumat, paman dan bibi saya udah nginep di rumah. Otomatis pagi hari dimulai dengan ngantri kamar mandi. Halo, apa kabarnya calon manten yang belum siap sama sekali ini?

 

14 Mei 2013

Masalahnya Bukan di Microphone, Sayang

"Soal microphone gimana nih?" Tanya D disela-sela obrolan kami soal list wedding preparation yang belum rampung.


"Lho, kenapa emang?" Tanya saya penasaran. "Takut ga nyala atau gimana? Pas hari H kan dicoba." Lanjut saya.


"Emang harus ya pake microphone?" Tanyanya lg. Saya ketawa.


Aseli, saya baru tau orang 'kayak' D bisa juga grogi, hihihi. "Yakali ijab kabul kamu bisik-bisik sama Ayah, kan saksi kudu denger juga baru sah."

Dilema Soal Mudik

Ceritanya sekitar sebulan atau dua bulan yang lalu saya baru pindah departemen, masih 1 divisi sih. Dari segi kerjaan sih lebih sibuk dari departemen yang lama, buktinya saya ga sesering dulu posting di blog *pencitraan :p. Sibuknya itu mengakibatkan saya ga bisa ngambil sembarangan waktu untuk cuti. Ditambah kerjaan saya ga ada yang bisa backup.


Nah, dari sini lah semua berawal *ngok. Masalah yang berbenturan itu tidak lain dan tidak bukan seperti yang di judul :D. Bagi saya dan keluarga, silaturahim bisa kapan saja, ga harus lebaran. Makanya, keluarga saya bisa memaklumi kalo ada yang ga mudik. Yah, emang mayoritas keluarga besar saya di Jakarta, biarpun ga silaturahim pagi harinya, sore atau malam hari sepulang kerja bisa tetep silaturahim. Tapi tidak demikian dengan D.


24 April 2013

Yang Besar Yang Salah

Beberapa waktu lalu saya telat ngantor karena ada kecelakaan di jalan. Bukan saya sih yang kecelakaan, tapi bikin macetnya itu lho. Kondisi normal aja Jakarta macet terus, ditambah ada kecelakaan jalanan jadi stuck. Niat saya pengen terus aja ga peduliin kecelakaan itu tapi adek saya yang bawa motor malah berhenti.

Miris yang saya lihat pagi itu. "Sebuah motor besar nyerempet motor bebek", kisah seorang tukang ojeg. Dari jarak beberapa meter, saya melihat seorang bapak kisaran umur 35-40 tahun itu diamuk masa. Dipukul mukanya sampai helm half-facenya lepas, ditendang, bahkan ada seorang pria lari menghampiri si bapak sambil melepas sepatunya hanya untuk menampar muka si bapak dengan sepatu kulitnya.

Seorang ibu yang dibonceng seorang laki-laki, ikut berteriak memaki dan memukul si bapak korban pengeroyokan (tersangka penyerempet) itu dengan tasnya.
"Ibu tau kejadiannya?" Tanya saya yang masih sama-sama di atas motor.
"Ngga sih dek, tapi saya benci aja liat orang yang bawa motor gede gitu nyerempet motor yang lebih kecil." Teriak ibu itu di atas motornya.

Gimana bisa orang yang tidak dirugikan (selain macet tentunya) tapi ikut menghakimi. Kebiasaan masyarakat yang suka menghakimi ini kalo liat ada orang dipukuli ikut mukul juga padahal ga tau masalahnya. Biar jera, menurut beberapa orang yang saya tanya. Apa iya dengan dipukuli bisa jera?

Ketika saya menengok ke arah trotoar, ada 2 motor yang tergeletak di jalan hendak disingkirkan oleh tukang ojeg dan masyarakat setempat agar tidak mengganggu jalan. Posisi jatuh motor besar itu searah dengan arus lalu lintas, sedangkan motor bebek melawan arus. Mungkin si pengendara motor besar ga hati-hati sehingga menabrak si motor bebek, tapi bukankan si motor bebek lebih bersalah dengan melawan arus?

Pernah saya dengar teman saya seorang pengendara mobil terkadang jadi bulanan umpatan pengendara motor. Sehati-hati apapun teman saya berkendara, kalau lawannya motor, pasti mobil yang salah. Berlaku hukum rimba kali ya, yang kuat (lebih besar) yang menang dan yang lemah (lebih kecil) selalu tertindas.

Intinya sih sama-sama aja saling berhati-hati berkendara. Seperti slogannya TMC Polda Metro Jaya, jadilah pelopor keselamatan dalam berlalu lintas jadikan keselamatan sebagai kebutuhan.Ga usah saling memaki dan menghakimi, ga selalu yang besar yang salah kok.

Beberapa menit adegan keroyok itu berlangsung, polisi datang. Saya masih menengok ke arah kumpulan masa saat motor adik saya kembali melaju. Tertuju pada korban pengeroyokan yang berulang kali meminta maaf, wajah dan hidungnya merah akibat pukulan. Ga pernah ada kata maaf sebelum orang itu habis dipukuli mungkin, serasa hidup dan nyawa seseorang ga ada artinya.

16 April 2013

Sepenggal Kisah Kotak Seserahan

Berbekal sakit hati liat harga box seserahan di Jatinegara, saya dan D coba bikin box seserahan kami sendiri. Note ya, antara sakit hati, irit, dan pelit itu bedanya tipis ya, reader, mehehehe.


Saya dan D coba bikin box seserahan pake kardus. Dan hasilnya Alhamdulillah, kelar 4 box dalam 2 hari, huehehe. Maklum newbie, masih kagok dikit lah. Prosesnya sendiri Alhamdulillah juga lancar plus berantakan. Beberapa box yang kita hias sengaja ga pake tutup karena malas, muehehe. Tapi nantinya dimaksimalin kok hiasannya *lagi-lagi kalo ga malas :p*.

8 April 2013

Progress yang Stuck

Aha,, udah lama ga posting jadi bingung mau ngepost apa.


Kemaren-kemaren sih gegara saya baru pindah bagian di kantor saya. Masih shock sama kerjaan baru. Jalan 2 atau 3 minggu Alhamdulillah saya udah bisa nguasain kerjaan temen saya ini *pencitraan, mehehehe.


Semingguan kemaren saya ga ketemu sama si calon suami. Dia lagi mudik minta ijin ke pakde dan budenya buat nikahin saya *aiiih mateeek. Yaa,, intinya sih ngasih tau dan minta ijin. Dan semingguan itu pula progress kita stuck, ya ya ya saya emang ga bisa gerak kalo ga ada dia. Sampe email-emailan undangan sama Jogja Kreasi aja ga rampung -___-.


Minggu-minggu ini serasa jadi bad week ever since we prepared our wedding. Dimulai dari progress yang ga jalan cuma masalah denah aja. Denah yang saya dapat dari Masjid Al-Huda ternyata perlu beberapa editan. Terutama Ayah yang complain berat soal arah mata angin. Macem guru bahasa Indonesia aja, aturannya banyak kayak mata angin Utara kudu diatas. Padahal kalo mau mata anginnya diatas, tinggal puter aja petanya. Cuma masalah ini aja saya dan Ayah bisa aja lho ribut seharian. Saya cape keliling cari Venue, si Ayah ga mau denger jawaban "ngga" atau "nanti".


Yang berikutnya masalah perubahan rencana dan finansial ina inu dari Ummi. Duh, berasa ga ada abisnya ya kalo semua diturutin. Ga diturutin yang ada malah bikin masalah baru sama ortu. Ditambah D juga dapet request dari pakdenya di tengah masalah finansial dari saya dan D yang belakangan amburadul karena ada kejadian di luar dugaan.


Dan tiba-tiba subuh saya bangun, D ngirim email revisi denah jam 2 pagi. Heu heu, sepertinya kita butuh liburan.

 

Pelan-pelan plan yang tertunda macem undangan flash, baju akad, guest book, dsb udah mulai jalan lagi di H-46. Apaaah,, udah 46 hari lagi *shock ceritanya. Aah,, seandainya halal itu mudah dan murah *iri liat kawinan simple a la bule-bule.

20 Maret 2013

Calon Penghuluku :)

Masuk bulan Maret, saya ribut deh buat cepet kelarin urusan KUA. Saya pengen dapet penghulu di jam dan tanggal yang saya mau. Karena sempet denger pengalaman buruk orang yang ga dapet penghulu karena ngurusinnya mepet. Ya mungkin kasusnya si orang ini nikah di tanggal cantik. Tapi, biarpun gitu, saya tetep khawatir dan memutuskan untuk ga cetak undangan sampe KUA diurus. Simple, karena akad dan resepsi saya dan D di hari dan tempat yang sama, kawatir nulis di undangan akad jam berapa, ga taunya penghulu ga available di jam tersebut.

Buat saya dan D, KUA ini nomor satu. Urusan resepsi boleh gagal atau berantakan, tapi pengesahan kita di hadapan Allah dan negara itu wajib.

Perihal pencatatan KUA juga ga bisa di jangka waktu yang agak lama dari tanggal nikah. Maksimal 3 bulan. Karena beberapa dokumen expired 3 bulan. Tapi, di beberapa KUA hal ini ga terlalu dipermasalahkan, termasuk di KUA tempat saya akan menikah.

Maunya ngurus awal Maret, ternyata tidak sesuai kenyataannya. Awalnya D yang ga mau cepet-cepet karena takut dokumennya expired berhubung awal maret itu jatohnya mepet 3 bulan sebelum nikahan kita. Tapi begitu saya cerewetin, dia kelar aja lho ngurus dalam 1 hari. Sedangkan saya, banyak kendala yang bikin pending mulu ngurusin ini, yaaa,, bilang aja alibi, pret. Paling banter cuma dapet surat keterangan RT dan RW aja.

Selasa kemarin saya ijin setengah hari sama si boss buat ngurusin KUA ini. Tapi KUA berkata lain..


3 Maret 2013

Honeymoon Done :D

Diantara banyaknya to do list saya dan D, sampe beberapa minggu ini baru di cek 3 list saja dari Februari kemarin. Yang penting macem KUA belum keurus. Rencananya KUA diurus minggu-minggu ini.


Sebenernya baju akad saya belum tersentuh sama sekali. Tapi, sang ibunda bilang kelarnya bisa cepet. Udah mulai ketar ketir padahal udah h-82 belum diapa-apain. Mau didesak juga ga enak, jahit ditempat lain juga takut Ummi tersinggung. Entah mau sabar sampe kapan saya nunggunya.


Yang paling membahagiakan satu-satunya selain celana buat akad D selesai, kita udah booking hotel dan penerbangan. Kisah booking ini diputuskan dalam dua bulan. Pasalnya, plan awal saya dan D mau ke Lombok, eh berubah haluan ke Bali.



18 Februari 2013

Imam

Suatu sore, ketika waktu menunjukkan waktu Ashar, saya menghampiri seorang pria. Saya menyebutnya Mas M.

Saya: "Mas M, mau ngimamin saya ga? Kalo mau, saya tunggu ya."
Mas M: Melepaskan pandangan dari laptopnya. "Eh, serius mau diimamin saya?" Ujarnya kaget.
Saya: "Iya mas, mau kan?"
Mas M: "Waduh, bukannya ga mau..." Mas M memutar kursi kerjanya tepat menghadap saya. "Tapi, saya kan sudah beristri."
Gubrakk *layaknya kartun doraemon, jatuh karena kaget ceritanya*
Saya: "Haduh mas, maksudnya jadi imam sholat Ashar."
Mas M: "Ha?? Salah sangka dong saya."
Saya: @#$#%^&

14 Februari 2013

Wedding Songs part 1

Di suatu malam, D dan saya asik berbincang-bincang di telepon.

D: "Coba dicek catetan kamu dan tandai mana yang belum dan yang udah rampung."
Saya: Baca catetan wedding calendar dan mencatat satu persatu dari list yang sudah saya buat.
.
.
.
Saya: "Pesan entertainer dan lagu untuk resepsi. Belum. List wedding songs-nya kamu aja yang bikin ya." Saya menyadari kekurang-update-an saya sama lagu-lagu makanya menyerahkan ke D soal list ini.
D: "Ummi dan Ayah aja deh lagunya."
Saya: Shock. "What? Endang Estorina dan kawan kawannya dong? Haduh, acara kita itu kebanyakan dari temen-temen kita, bukan orang-orang tua temennya Ummi dan Ayah, Masa dikasih lagu begituan? Lagian yang nikah kita, bisa dikira orang jadul jaman baheula kalo dikasih lagu begituan."
D: "Yakin aku aja yang milih lagunya nih?"
Saya: Berpikir sejenak dan flash back setahun yang lalu.

11 Februari 2013

Anak Kereta (Part Final)

Aku melirik jam dinding di ruang tamu. Pukul 00.17 menit. Ummi tampak gusar Azzam belum pulang. Aku duduk di kursi ruang tamu sambil meneguk air mineral. Aku menemani Ummi malam itu menunggu Azzam pulang. Sejak dia 'dipinjami' motor, dia memang sering pulang larut. Sebelumnya, Azzam selalu mengeluh dengan aktifitasnya yang lumayan padat. Kuliah dan kegiatan organisasinya. Belum lagi bulan depan dia mulai magang untuk tugas kuliah di bilangan Jalan Raya Bogor.

"Dikasih motor bukan pulang lebih awal malah pulang malem terus." Omel Ummi.

Tak lama, suara motor khas matic yang menderu keras berhenti di depan rumah. Itu pasti Azzam, batinku. Ummi mengintip dari balik gorden memastikan dia benar anak keempatnya.

"Aku cape Mi, abis besuk temen yang sakit. Ko,, kondisinya parah, masuk Rumah Sakit." Sahutnya setelah Ummi mulai 'berceramah'. Dia memang agak sedikit gagap di saat tertentu; seperti tertekan, gugup, emosi, dan lelah.

Sejak kedua amandel Azzam dioperasi, dia sering gagap jika berbicara. Ditambah lagi dia mengalami flu berkepanjangan yang tak pernah sembuh. Seperti selalu ada lendir di selaput hidungnya, kisahnya suatu kali. Soal daya tahan tubuh, sudah pasti lemah. Ga jarang di drop karena lelah.


***

"Azzam ga pacaran Mi. Sejak Ummi ngelarang Azzam pacaran, Azzam dan dia putus. Azzam janji ke dia kalo udah kerja mau kumpulin uang untuk segera nikah sama dia. Tapi saat ini Azzam butuh dia untuk suatu hal. Azzam bisa jamin kalo Azzam dan dia ga ada hubungan apapun." Jelasnya. Matanya merah menahan amarah yang akan meledak.

"Mi, diluar sana ada orang yang butuh Azzam. Azzam cuma minta ga dicurigai macem-macem aja." Air matanya mulai menetes. Aku tahu ada beban yang tak kumengerti yang dia pikul. Sepertinya dia tak ingin membaginya dengan siapapun. Termasuk keluarganya.


***

Pelan tapi pasti Ummi bisa mendapatkan banyak informasi dari Azzam. Kemana dia selama ini dan apa yang dia kerjakan. Berawal dari pertemuan singkatnya dengan seorang pedagang. Berakhir dengan terpukulnya Azzam kehilangan sahabat barunya itu.

Izzuddin Al-Qassam yang aku yakin sudah tenang di alam sana. Yang bisa jadi pelajaran hidup yang sangat berarti untuk Azzam. Seorang anak mandiri yang cukup berprestasi. Anak pengidap tumor otak yang memiliki masalah dengan syaraf motoriknya. Hidup di tengah keluarga dengan kemampuan ekonomi jauh dibawah tingkat menengah. Anak tunggal yang tak pernah menyusahkan orang tua dikala penyakitnya kambuh, kerap memilih mengurung diri di kamar dan menutup mulutnya dari erangan sakitnya.

Terakhir kali Azzam mendengar kabar dari temannya sesama pedagang asongan bahwa Izzuddin sudah bekerja selepas SMP. Tak lama dia bekerja, dia mengalami koma yang cukup lama. Sendirian Azzam mengurus surat keringanan untuk rumah sakit. Membesarkan hati orang tua yang banting tulang mencari biaya rawat inap sang buah hati.


***

Malam hari, sepulang kerja magangnya, Azzam memacu Mio-nya ke Cakung. Bertemu dengan seseorang anggota perkumpulan underground yang kerap melakukan touring. Azzam memang sudah beberapa bulan sejak menunggangi Mio ikut bersama sebuah perkumpulan tersebut. Adikku ini memang supel, jadi tak heran dia memiliki banyak teman.

Tujuan Azzam kali ini tentu saja bukan untuk touring. Untuk meminjam uang demi biaya pengobatan sabatnya yang lain.

Azzam kembali mendatangi orang tua dari mantan pacarnya. Niatnya kali ini bukan untuk ngapel. Untuk minta pekerjaan. Si Bapak merupakan seorang tukang parkir di bilangan Kemang. Jelas penghasilannya jadi terbagi dua demi membantu Azzam mendapat pekerjaan untuk membayar hutangnya.

Terakhir ketika dia kembali ke rumah orang tua Izzuddin, mereka sudah pindah ke Kendari. Menitip pesan ke tetangga jika Azzam kembali, minta maaf atas hutang mereka untuk biaya pengobatan Izzuddin. Mereka tidak punya telepon selular sehingga kesulitan menghubungi Azzam. Mereka berjanji untuk membayar hutang ketika sudah mampu untuk membayarnya.


***

Air mata mulai menggantung di pelupuk mata. Salahku memandang Azzam sebelah mata. Salahku tak peka dia sudah banyak berubah. Kepergian Izzuddin telah menjadikannya lebih dewasa dengan tak lagi banyak merengek dan menuntut banyak hal.

"Hutangku tinggal 1,5 juta lagi. Temen yang ngasih pinjeman duit itu udah mengikhlaskan 600 ribu. Jadi, sisa 900 ribu lagi. Alhamdulillah deh." Dia mengakhiri cerita Izzuddin Al-Qassam malam itu.

Aku meraih dompet cokelatku. Memberi beberapa lembar uang lima puluh ribu. Bermaksud meringankan beban hutangnya. Dia mengambil 2 lembar seraya berkata,

"Anggep aja ini upahku nganter kakak sebulan. Ingetin Azzam tiap pagi ya buat nganter. Kalo jemput sore lewat dari maghrib ga bisa, karena ba'da maghrib harus ke depok ngerjain TA."

Sejak itu Azzam jadi 'ojeg' pribadi saya. Dan saya salut sama dia. Setelah terima uang dari saya, Azzam bener-bener komitmen mengantar saya kemanapun. Bahkan ketika dia pusing karena kehujanan. Tapi, karena saya ga tega, saya berangkat naik kopaja, as usual :)

Anak Kereta (Part 2)

Azzam menatap dalam wajah keluarga kecil itu. Rumah mungil mereka bagai surga buat mereka membina keluarga utuh seperti keluarga lainnya. Sekilas tidak ada yang berbeda dari keluarga ini dengan keluarga 'normal' lainnya.

"Tumor otak nak. Rahim Ibu bermasalah ketika Izzuddin dalam kandungan. Kata dokter itu penyebabnya. Setelah Izzuddin lahir, rahim ibu diangkat. Itu kenapa Izzuddin jadi anak tunggal kami. Kami sudah berobat ke banyak tempat. Operasipun hampir percuma. Selain biaya yang mahal, operasipun ga bisa menyembuhkan Izzuddin sepenuhnya." Cerita ibunya.

"Mengenai tubuh saya yang tiba-tiba kram, bahkan kaku tiba-tiba. Sewaktu kecil saya pernah terjatuh, sehingga merusak salah satu syaraf motorik saya. Makanya, sewaktu-waktu bagian tubuh saya bisa kaku mendadak. Seperti patung, sulit bergerak dan berat rasanya." Izzuddin masih terbaring lemah di tempat tidurnya. "Makanya kak, kalo kakak liat saya tiba-tiba pingsan, ga usah dibawa ke Rumah Sakit. Ke rumah aja." Lanjutnya.

Masih lekat kata-kata keluarga kecil itu mengenai kondisi Izzuddin. Anak baik yang cukup berprestasi. Memang tidak juara kelas, tapi untuk anak yang bekerja disela waktu belajarnya, Azzam salut. Beberapa kali Azzam melihat Izzuddin jatuh pingsan. Tubuhnya makin kurus digerogoti penyakit. Ingin rasanya membantu. Tapi, bagi Azzam yang masih kuliah dan makan dari kantong orang tua, bisa apa? Azzam mengumpat membodohi diri sendiri. Kondisi dia yang terbilang cukup, masih banyak menuntut dari orang tua. Diluar sana, masih banyak orang yang kekurangan, bekerja demi kelangsungan hidup di usia yang masih muda, setidaknya Izzuddin.

Izzuddin berpesan ke Azzam untuk tidak memberi tahu kondisinya ke orang lain ketika Azzam menawarkan bantuan melalui dinas sosial di kampusnya. Tapi Izzuddin bersikeras.

Pikirannya menerawang jauh di atas motor maticnya. Sejak dia dipinjami motor oleh Ummi, tak pernah sekalipun bertemu Izzuddin. Kuliah dan mata kuliah kerja prakteknya banyak menyita waktunya. Sampai ketika dia teringat Izzuddin, Azzam kembali naik kereta pagi. Berharap bertemu Izzuddin lagi pagi itu. Tapi, ketika malam menjelang, Izzuddinpun tak terlihat.

Azzam yakin Izzuddin sudah lulus dari SMPnya. Masa Ujian Nasional sudah lewat. Pasti anak sepintar Izzuddin lulus dengan hasil yang memuaskan. Setidaknya hanya luluslah yang Izzuddin harap.

"Aku ga punya cita-cita kak. Ga berani bercita-cita. Aku tahu kemampuan ekonomi keluargaku. Aku mau lulus SMP, kerja di tempat yang layak dengan gaji yang lebih baik dari penghasilan ngasong." Cerita Izzuddin suatu waktu ketika Azzam bertanya tentang cita-cita. Mungkin Izzuddin saat ini sudah mendapat pekerjaan yang layak dengan ijazah SMPnya.

***

Azzam memacu laju motornya menyusuri jalan Lenteng Agung. Sudah lama ia ingin bertemu Izzuddin. Rindu. Lagi-lagi ada perasaan aneh yang menghinggapinya. Perasaan yang lebih dalam daripada saat pertama kali mata Azzam mendapati tubuh kurus Izzuddin di kereta pagi.

"Assalamu'alaikum." Sapa Azzam di pintu masuk sebuah rumah mungil dengan cat yang sudah memudar. Seorang bapak yang sudah tak asing bagi Azzam mempersilahkan masuk dan mengantarnya ke sebuah kasur tipis.

Sesosok tubuh kurus tergeletak diatasnya. Kondisinya parah. Tubuhnya kurus seperti tulang yang berbalut kulit saja. Izzuddin koma. Nafasnya masih ada tapi panca inderanya seperti tak berfungsi. Bibirnya tersenyum saat Azzam datang. Matanya mengeluarkan butiran air ketika Azzam mengaji di dekatnya.


***

"Surat miskin ini hanya bisa membantu menggratiskan biaya operasi dan obat saja nak Azzam. Tapi rawat inap dan kebutuhan lainnya tidak ditanggung. Bapak tidak punya uang sebanyak itu." Bapak tampak tegar. Tapi Azzam tahu bebannya berat. Izzuddin anak semata wayangnya, satu-satunya generasi penerus beliau.

Tujuh juta lagi, kemana harus mencari? Azzam berfikir keras. Ummi dan ayah baru-baru ini mengeluarkan banyak uang untuk kuliahnya. Jumlahnya tidak sedikit. Kakak-kakaknya juga dia yakin tidak punya uang sebanyak itu.

Dia termenung di bangku rumah sakit. Bapak sudah pasti berusaha mencari pinjaman sebanyak itu. Kurang dari setengah biaya rumah sakit yang bisa dia dapat. Tujuh juta sisanya. Baru-baru ini dia kecopetan. Handphonenya hilang. Tidak ada satupun nomor yang bisa dia hubungi untuk membantu.

Teringat dia pada sesosok pria. Anak underground. Azzam yang supel bisa berbaur dengan kelompok itu sempat beberapa kali ikut touring. Azzam hanya bisa berharap darinya. Soal bagaimana mahasiswa kerja praktek itu mengganti, urusan belakangan. Nyawa Izzuddin prioritas buatnya.

***

Hari itu Izzuddin menghembuskan nafas terakhirnya. Bapak dan Ibu terpukul tapi mereka cukup tegar kehilangan anak semata wayangnya.

Sepulang dari pemakaman, tampak berat beban Bapak. Kehilangan anak semata wayang dan menumpuk banyak hutang. Yang bisa Azzam lakukan hanya membesarkan hati Bapak untuk tak memikirkan hutang. Azzam sudah menyicil beberapa rupiah untuk membayar banyak hutangnya.

Malam itu, Azzam memacu motornya menuju bilangan Kemang. Memarkir motor maticnya dan mengganti baju kokonya dengan seragam biru. Siap dengan peluit nyaringnya. Menjalani realita dan kerasnya kehidupan menjadi tukang parkir. Cukup menangisi Izzuddin. Berdoa yang terbaik untuknya.


Nb: Kisah nyata pertemuan adik saya dengan seorang anak di kereta bernama Izzuddin Al-Qassam. 

Anak Kereta (Part 1)

"Aqua, Mijon, Fanta, Cola." Teriak seorang pemuda tanggung dengan kaus lusuhnya. Pagi itu kereta jurusan Jakarta - Bogor tampak lengang. Arah sebaliknya terlihat penumpang berdesakan hingga beberapa orang duduk di atas gerbong, hari kerja memang selalu seperti itu.

Beruntung Azzam, mahasiswa tingkat dua itu dapat kereta pukul 7.15. Tergesa berangkat karena pagi itu dia bangun kesiangan karena sialnya, dia lupa hari itu ada kelas pagi. Azzam duduk memangku tas laptopnya. Tak sempat sarapan atau sekedar minum air putih sebelum berangkat, Azzam memanggil pemuda tanggung penjual air minum itu. Ketika memilih minuman dingin jualannya, pemuda itu duduk di bangku kosong samping Azzam. Pemuda itu menyeka wajahnya dengan tangan kurusnya. Wajahnya pucat dan terlihat lelah. Padahal ini masih pagi, pikir Azzam.

Azzam memperhatikan pemuda itu dengan seksama. Ada perasaan aneh menyelimutinya saat memandang pemuda itu, sebuah daya tarik si pemuda untuk mengenalnya lebih jauh. Pandangannya terpaut pada celana biru yang dikenakan si pemuda. Khas celana seragam SMP.

"Kamu ga sekolah?" Tanya Azzam sambil menyeruput kopi dingin kemasan dalam gelas.
"Sekolah kak, cuma masuk siang." Ujarnya sambil merapikan dangangan, air minum jualannya, yang diacak Azzam tadi.
"Masih SMP ya? Kelas berapa? Oia, ini harganya berapa?" Azzam menunjuk kopi gelasnya.
"Kelas 3 SMP kak. Harganya seribu kak." Jawabnya tersenyum. "Kakak kuliah? Atau kerja?" Tanyanya balik.
"Iya, saya kuliah. Saya turun abis stasiun UP. Siap-siap dulu turun ya." Matanya menangkap tulisan 'Stasuin Universitas Indonesia' dan bersiap turun seraya memberikan uang Rp.5000 ke pemuda itu. "Ambil aja kembalinya."
"Tapi kak ini kebanyakan." Terlambat, Azzam sudah menginjakkan kaki ke peron stasiun. "Makasih banyak ya kak." Teriaknya di depan pintu begitu kereta kembali melaju menuju stasiun Pondok Cina.


 ***

Pagi itu, Azzam kembali bergegas berangkat ke stasiun. Tak seperti pagi sebelumnya, kereta jurusan Bogor tidak selenggang bisanya. Mungkin kereta terlambat lagi. Bukan hal yang aneh kereta Jabotabek ngaret. Yah, biarpun tidak sepenuh kereta jurusan Tanah Abang maupun Kota, sial bagi Azzam yang pagi itu membawa laptop jadulnya yang besar harus berdiri sepanjang Tebet-Depok.

Pedangang asongan sudah ramai juga pagi itu mengais rezeki ditengah keramaian penumpang. Azzam menangkap sosok dibalik pedagang casing handphone. Sosok yang belakangan sering dia temui di kereta tiap pagi dan malam hari. Sosok yang beberapa hari lalu menjual minuman dingin, terlihat menggenggam tumpukan koran.

Azzam menepuk pundak sang pemuda. "Dek, korannya dong, Republika."
"Eeh, kakak. Kuliah pagi?" Sahutnya. Tangannya cekatan mengambil Republika dari beberapa koran lainnya.
"Iya nih. Eh, nanti malem kamu ngasong lagi? Kebetulan kakak pulang malam." Azzam merogoh kantong dan memberi beberapa lembar ribuan padanya. "Ambil kembaliannya aja dek, cuma 500 ini."
"Iya kak, makasih ya. Saya jalan dulu ya kak."

"Kali ini harus bisa." Gumam Azzam. Sejak beberapa hari silam Azzam memang berniat untuk mengobrol lebih banyak dengan si pemuda. Setidaknya sekedar ngopi atau makan malam di warteg di bilangan Lenteng Agung. Sialnya, beberapa hari itu ujian telah menyita banyak waktunya.


 ***

Pemuda itu tersenyum. "Izzuddin Al-Qassam." Tangan kurusnya menggenggam tangan Azzam.

Warteg malam itu tampak begitu ramai. Seramai Azzam mengenal teman barunya. Izzuddin Al-Qassam. Subhanallah, begitu indah namanya, batin Azzam. Bukan, bukan karena nama pemuda itu mirip dengan adik bungsunya. Bahkan, sebelum berkenalan malam itu, Azzam sudah tertarik mengenal Izzuddin lebih dalam. Entah kenapa.

Makan malam itu usai. Tak terasa sudah hampir sejam mereka di warteg pinggir jalan itu. Azzam bergegas membayar makan itu untuk dua porsi, sebelum Izzuddin mengeluarkan uangnya. Dia tak mau Izzuddin membayar sepeserpun. Meskipun Azzam sudah mengatakan untuk mentraktir, Izzuddin bersikeras membayarnya.

"Kak, bisa istirahat sebentar ga?" Wajahnya pucat, tangannya kaku, tapi tetap berusaha tenang. Mungkin Izzuddin berharap Azzam tidak panik melihat kondisinya.
"Kenapa dek?" Tersirat kepanikan dari wajahnya melihat Izzuddin tak bergerak. Lebih tepatnya tangannya kaku sama sekali.
"Ga ada apa-apa sih kak. Kita ngobrol dulu aja sambil pesen kopi lagi. Saya pengen ngobrol banyak sama kakak." Izzuddin memaksakan diri tetap tersenyum. Azzam tahu pasti Izzuddin menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi, Azzam tak mendesak Izzuddin untuk bercerita. Setidaknya, jika waktunya tepat, Izzuddin akan bercerita dengan sendirinya.

Mereka bercerita sepanjang malam itu. Azzam tahu Izzuddin tinggal di daerah Lenteng Agung bersama orang tuanya. Kedua orang tuanya berasal dari Kendari, Sulawesi dan merantau sejak Izzuddin belum lahir. Bapaknya kerja serabutan, ibunya kuli cuci, dia sendiri pedagang asongan. Harusnya, di usianya sekarang pendidikan sangat penting, apalagi dia menjelang ujian nasional, penentu kelulusannya. Pasti kegiatannya bekerja saat ini mengganggu pelajarannya, pikir Azzam. Tolak ukurnya adalah dirinya sendiri saat menghadapi UAS. Azzam pasti meninggalkan segala kegiatan organisasinya sebelum menghadapi ujian.

Azzam dan Izzuddin makin akrab dari waktu ke waktu. Mereka kerap kali mengobrol membahas segala hal. Meski begitu, sifat sungkan Izzuddin belum juga berubah.

Di warteg saat pertama kalinya mereka berkenalan secara resmi, terdapat dua pemuda beda usia di dalamnya. Tertawa. Pemuda kurus yang tampak pucat itu menyembunyikan rona kelelahan dari wajahnya.

Bruk. Tubuh kurus itu jatuh lunglai di hadapan Azzam. Azzam panik, memanggil ibu penjual warteg meminta minyak angin. Tak juga sadar, bergegas dia bopong tubuh Izzuddin keluar warteg dan menghentikan angkot yang lewat. Izzuddin pingsan. Azzam meminta segera suppir angkot membawanya ke rumah sakit. Beberapa menit mereka menuju angkot, Izzuddin mulai siuman. Tubuhnya masih lemah, tapi masih bisa mengucapkan beberapa kata pada Azzam.

"Ga usah ke Rumah Sakit, kak. Percuma. Udah ga bisa ditolong lagi." Ujarnya lemah.



-bersambung-

5 Februari 2013

Kekerasan

Tadinya mau kasih judul KDRT. Tapi setelah dipikir-pikir, ga ada hubungannya sama rumah tangga, apalagi rumah yang ada tangganya (bertingkat) *udah ah, jayus :p

 

Lagi hot masalah seleb AR yang dipukulin sama (mantan) pacarnya, EG. Mau itu gosip atau fakta, saya benci banget sama laki yang suka mukulin cewe. Bisa jadi si cowo itu menjunjung emansisapi wanita, yang membuat dia berfikir derajat cewe dan cowo itu sama, jadi mukul ke cewe atau cowo sama aja. Faktanya, cowo 'ringan tangan' kayak gitu rata-rata cupu kalo ngadepin manusia dengan jenis kelamin yang sama (sesama cowo). Cuma bisa berani ngancem cowo lain tapi ga berani tuh maen hantem kayak dia berani nabok cewe. Biasanya modus si cowo 'afgan' ini katanya didasari rasa sayang, takut kehilangan, dsb. Kalo disuruh memposisikan si cewe sebagai ibunya yang ditabok orang, pasti pembelaannya "ibu ga kayak kamu yang susah diatur". Ngehek kan?

 

29 Januari 2013

Gedung: 50% Done

50% done itu maksudnya bukan sudah bayar 50% ya :p. Lebih tepatnya sudah deal antara saya, D, dan kedua orang tua kami (umm,, lebih tepatnya orang tua saya).

 

Awalnya, saya dan D nyari gedung itu atas rekomendasi orang tua saya. Sempet survey juga. Dan dari sekian kandidat tempat di sekitar rumah saya, tecapailah kesepakatan di sebuah tempat. Begitu saya dan D kesana, ealah itu gedung udah ga boleh dipake karena ada peraturan dari pemerintah ibukota *pret. Yang bikin gondok itu, si pengurusnya maen tembak harga aja. Bisa 3 kali lipat aja loh sejak terakhir saya dan D tanya *cabik-cabik.

 

21 Januari 2013

Adik Kecilku

Punya keluarga besar itu ada enaknya ada ngganya. Ga enaknya rame kapanpun. Kalo ribut, kakak nomor sekian belain ade nomor sekian, semacam ada kubu-kubu gitu. Ga jarang yang ga punya kubu menghasut lainnya untuk membela dia. Kubu yang satu nantinya jadi musuh kubu lainnya. Saya dulunya sering terlibat kok aksi pihak memihak ini. Sampe akhirnya cape sendiri dan akhirnya milih jadi penonton aja. Iyak, saya sering menyoraki mereka berantem ala supporter bola gitu, mehehe. Cuma kalo lagi mumet saya ngumpet di kamar atau teriak sekalian nyuruh diem. Selesai? Oh tentu tidak. Yang ada kalo saya teriak, yang berantem makin menjadi.

 

Keluarga besar saya ini mungkin berhenti sampai anak ke 7. Oleh karena hampir tiap 2 sampai 3 tahun sekali punya anak bayi, Ummi jadi kangen liat bayi dan nyuruh saya segera menikah kemudian beranak pinak, nyeeeh -___-. Yakali Ummi kangen, adik bontot saya aja sekarang usianya 12 tahun. 12 tahun itu lazimnya permulaan masa remaja. Ibaratnya zaman batu itu ada 2, zaman batu muda dan zaman batu tua, saya mengelompokkan ABG juga dalam 2 zaman, sah-sah aja dong? Tulisan gue ini :p. ABG muda itu dimulai dari usia 12-16 tahun, sedangkan ABG tua itu dari usia 16-19 tahun.