24 April 2013

Yang Besar Yang Salah

Beberapa waktu lalu saya telat ngantor karena ada kecelakaan di jalan. Bukan saya sih yang kecelakaan, tapi bikin macetnya itu lho. Kondisi normal aja Jakarta macet terus, ditambah ada kecelakaan jalanan jadi stuck. Niat saya pengen terus aja ga peduliin kecelakaan itu tapi adek saya yang bawa motor malah berhenti.

Miris yang saya lihat pagi itu. "Sebuah motor besar nyerempet motor bebek", kisah seorang tukang ojeg. Dari jarak beberapa meter, saya melihat seorang bapak kisaran umur 35-40 tahun itu diamuk masa. Dipukul mukanya sampai helm half-facenya lepas, ditendang, bahkan ada seorang pria lari menghampiri si bapak sambil melepas sepatunya hanya untuk menampar muka si bapak dengan sepatu kulitnya.

Seorang ibu yang dibonceng seorang laki-laki, ikut berteriak memaki dan memukul si bapak korban pengeroyokan (tersangka penyerempet) itu dengan tasnya.
"Ibu tau kejadiannya?" Tanya saya yang masih sama-sama di atas motor.
"Ngga sih dek, tapi saya benci aja liat orang yang bawa motor gede gitu nyerempet motor yang lebih kecil." Teriak ibu itu di atas motornya.

Gimana bisa orang yang tidak dirugikan (selain macet tentunya) tapi ikut menghakimi. Kebiasaan masyarakat yang suka menghakimi ini kalo liat ada orang dipukuli ikut mukul juga padahal ga tau masalahnya. Biar jera, menurut beberapa orang yang saya tanya. Apa iya dengan dipukuli bisa jera?

Ketika saya menengok ke arah trotoar, ada 2 motor yang tergeletak di jalan hendak disingkirkan oleh tukang ojeg dan masyarakat setempat agar tidak mengganggu jalan. Posisi jatuh motor besar itu searah dengan arus lalu lintas, sedangkan motor bebek melawan arus. Mungkin si pengendara motor besar ga hati-hati sehingga menabrak si motor bebek, tapi bukankan si motor bebek lebih bersalah dengan melawan arus?

Pernah saya dengar teman saya seorang pengendara mobil terkadang jadi bulanan umpatan pengendara motor. Sehati-hati apapun teman saya berkendara, kalau lawannya motor, pasti mobil yang salah. Berlaku hukum rimba kali ya, yang kuat (lebih besar) yang menang dan yang lemah (lebih kecil) selalu tertindas.

Intinya sih sama-sama aja saling berhati-hati berkendara. Seperti slogannya TMC Polda Metro Jaya, jadilah pelopor keselamatan dalam berlalu lintas jadikan keselamatan sebagai kebutuhan.Ga usah saling memaki dan menghakimi, ga selalu yang besar yang salah kok.

Beberapa menit adegan keroyok itu berlangsung, polisi datang. Saya masih menengok ke arah kumpulan masa saat motor adik saya kembali melaju. Tertuju pada korban pengeroyokan yang berulang kali meminta maaf, wajah dan hidungnya merah akibat pukulan. Ga pernah ada kata maaf sebelum orang itu habis dipukuli mungkin, serasa hidup dan nyawa seseorang ga ada artinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar