Di Ujung Rasa Lelahku
Persiapan nikah bagi banyak orang mungkin ada aja kerikil yang menghiasi perjalanan tiap pasangan. Begitu halnya saya dan D. Banyak perbedaan yang ada di tengah kita. Ributpun menghiasinya. Dari D berantem sama mamanya, saya berantem sama ayah dan ummi, belakangan saya dan D yang berantem. Detik dimana posting ini diterbitkan, saya masih berantem sama D.
Kalo dari sisi saya, sungguh amat sangat menyesal sekali ribut sama ayah dan ummi. Hampir tiap hari, bahkan hampir tiap kali ngebahas soal nikahan. Puncaknya tanggal 3 Januari kemarin. Dan saya menyesal. Tapi, disitulah saya belajar segalanya. Dan akibat dari pertengkaran hebat itu datang juga kemarin. Memang di mata orang awam ini hanya sebuah kecelakaan ringan atau kecerobohan biasa. Tapi buat saya ini teguran. Dimana malam harinya saya hanya bisa tidur satu posisi saja, bangun dengan amat tidak nyaman. Malam hari pula saya tau ummi bangun melihat kondisi saya dan mengusap kepala saya. Dari malam kejadian itu ummi terus bilang maaf ketika melihat kondisi saya. Begitupun sebelum saya berangkat kerja yang sempat meringis kecil (bahkan saya tidak yakin ummi denger tapi beliau dengar kemudian panik sambil minta maaf).
Sampai kantor, saya tiba-tiba teringat kesalahan saya beberapa waktu itu. Mungkin ini sedikit 'sentilan' dari Allah atas perbuatan saya. Sakit yang saya rasa ga ada apa-apanya dibanding sakitnya orang tua saya. Detik itu saya telepon ummi dan minta maaf. Harusnya sayalah yang minta maaf, bukan beliau, meskipun ummi merasa dia yang melakukan kecerobohan.
Saya tahu, sekeras apapun sifat dan kemauan ummi, hatinya lembut. Dan saya tahu, diujung telepon sana ada yang menahan tangis.
Ayah sendiri, ga jauh ceritanya. Dia yang sudah berumur itu ga bisa stress sedikit saja. Bisa pengaruh sama badannya. Beliau ingin melakukan yang terbaik untuk anak yang akan menikah pertama kalinya ini. Untuk calon besan dan calon mantu pertama juga. Malam itu, saya minta ayah untuk tidur tak memikirkan apapun tapi saya tau dia tidak tidur. Saya mendengar diskusinya dengan ummi membahas pernikahan saya. Saya? Meweeek.
Akhirnya di titik saya lelah, saya melihat ummi dan ayah, saya coba pahami mereka mau yang terbaik untuk saya. Saya menyerah melakukan segalanya sendirian, saya lelah dianggap superman yang bisa melakukan apapun, saya lelah dianggap sia-sia atas kekhilafan saya. Keluhan ini bukan tanpa alasan, semua yang terpendam selama sebulan lebih, cuma berharap dimengerti dan dianggap lebih manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar