29 Januari 2013

Gedung: 50% Done

50% done itu maksudnya bukan sudah bayar 50% ya :p. Lebih tepatnya sudah deal antara saya, D, dan kedua orang tua kami (umm,, lebih tepatnya orang tua saya).

 

Awalnya, saya dan D nyari gedung itu atas rekomendasi orang tua saya. Sempet survey juga. Dan dari sekian kandidat tempat di sekitar rumah saya, tecapailah kesepakatan di sebuah tempat. Begitu saya dan D kesana, ealah itu gedung udah ga boleh dipake karena ada peraturan dari pemerintah ibukota *pret. Yang bikin gondok itu, si pengurusnya maen tembak harga aja. Bisa 3 kali lipat aja loh sejak terakhir saya dan D tanya *cabik-cabik.

 

21 Januari 2013

Adik Kecilku

Punya keluarga besar itu ada enaknya ada ngganya. Ga enaknya rame kapanpun. Kalo ribut, kakak nomor sekian belain ade nomor sekian, semacam ada kubu-kubu gitu. Ga jarang yang ga punya kubu menghasut lainnya untuk membela dia. Kubu yang satu nantinya jadi musuh kubu lainnya. Saya dulunya sering terlibat kok aksi pihak memihak ini. Sampe akhirnya cape sendiri dan akhirnya milih jadi penonton aja. Iyak, saya sering menyoraki mereka berantem ala supporter bola gitu, mehehe. Cuma kalo lagi mumet saya ngumpet di kamar atau teriak sekalian nyuruh diem. Selesai? Oh tentu tidak. Yang ada kalo saya teriak, yang berantem makin menjadi.

 

Keluarga besar saya ini mungkin berhenti sampai anak ke 7. Oleh karena hampir tiap 2 sampai 3 tahun sekali punya anak bayi, Ummi jadi kangen liat bayi dan nyuruh saya segera menikah kemudian beranak pinak, nyeeeh -___-. Yakali Ummi kangen, adik bontot saya aja sekarang usianya 12 tahun. 12 tahun itu lazimnya permulaan masa remaja. Ibaratnya zaman batu itu ada 2, zaman batu muda dan zaman batu tua, saya mengelompokkan ABG juga dalam 2 zaman, sah-sah aja dong? Tulisan gue ini :p. ABG muda itu dimulai dari usia 12-16 tahun, sedangkan ABG tua itu dari usia 16-19 tahun.

 

15 Januari 2013

Undangan dan Dikte

Setelah bermelow-melow kemarin, saya sudah merelakan yang sudah lewat kok. Mungkin postingan ini lebih ke report aja ya, saya lagi rajin pengen nulis blog aja sih. Trus nasib souvenir gimana? Masih stuck, masih uber-uberan sama mood, mehehe.

 

14 Januari 2013

Moodku, Datanglah Kamu.

Huaaaah... Saya lagi kejar-kejaran sama mood nih :(

 

Dari sebelum lamaran saya udah mikirin DIY (Do It by Yourself) perintilan nikah. Souvenir, tempat cincin dan mahar, hias seserahan dan buku tamu bikin sendiri. Belakangan D mau bikin undangan sendiri krn kendala undangan saya dan D kurang dari bates minimum cetak undangan. Kalopun bisa, jatohnya mahal, padahal saya udah nyari ke arief jaya printing yang katanya murah itu. Trus sempet tanya temen yang udah ke citra printing depok itu katanya ada minimum ordernya *minimum ordernya masih kebanyakan dari yang niatnya mau kita pesen.

 

13 Januari 2013

Di Ujung Rasa Lelahku

Persiapan nikah bagi banyak orang mungkin ada aja kerikil yang menghiasi perjalanan tiap pasangan. Begitu halnya saya dan D. Banyak perbedaan yang ada di tengah kita. Ributpun menghiasinya. Dari D berantem sama mamanya, saya berantem sama ayah dan ummi, belakangan saya dan D yang berantem. Detik dimana posting ini diterbitkan, saya masih berantem sama D.

 

Kalo dari sisi saya, sungguh amat sangat menyesal sekali ribut sama ayah dan ummi. Hampir tiap hari, bahkan hampir tiap kali ngebahas soal nikahan. Puncaknya tanggal 3 Januari kemarin. Dan saya menyesal. Tapi, disitulah saya belajar segalanya. Dan akibat dari pertengkaran hebat itu datang juga kemarin. Memang di mata orang awam ini hanya sebuah kecelakaan ringan atau kecerobohan biasa. Tapi buat saya ini teguran. Dimana malam harinya saya hanya bisa tidur satu posisi saja, bangun dengan amat tidak nyaman. Malam hari pula saya tau ummi bangun melihat kondisi saya dan mengusap kepala saya. Dari malam kejadian itu ummi terus bilang maaf ketika melihat kondisi saya. Begitupun sebelum saya berangkat kerja yang sempat meringis kecil (bahkan saya tidak yakin ummi denger tapi beliau dengar kemudian panik sambil minta maaf).

 

Sampai kantor, saya tiba-tiba teringat kesalahan saya beberapa waktu itu. Mungkin ini sedikit 'sentilan' dari Allah atas perbuatan saya. Sakit yang saya rasa ga ada apa-apanya dibanding sakitnya orang tua saya. Detik itu saya telepon ummi dan minta maaf. Harusnya sayalah yang minta maaf, bukan beliau, meskipun ummi merasa dia yang melakukan kecerobohan.

Saya tahu, sekeras apapun sifat dan kemauan ummi, hatinya lembut. Dan saya tahu, diujung telepon sana ada yang menahan tangis.

 

Ayah sendiri, ga jauh ceritanya. Dia yang sudah berumur itu ga bisa stress sedikit saja. Bisa pengaruh sama badannya. Beliau ingin melakukan yang terbaik untuk anak yang akan menikah pertama kalinya ini. Untuk calon besan dan calon mantu pertama juga. Malam itu, saya minta ayah untuk tidur tak memikirkan apapun tapi saya tau dia tidak tidur. Saya mendengar diskusinya dengan ummi membahas pernikahan saya. Saya? Meweeek.

 

Akhirnya di titik saya lelah, saya melihat ummi dan ayah, saya coba pahami mereka mau yang terbaik untuk saya. Saya menyerah melakukan segalanya sendirian, saya lelah dianggap superman yang bisa melakukan apapun, saya lelah dianggap sia-sia atas kekhilafan saya. Keluhan ini bukan tanpa alasan, semua yang terpendam selama sebulan lebih, cuma berharap dimengerti dan dianggap lebih manusia.